Traveling

24 Februari 2016


Beberapa waktu yang lalu saya habis refreshing otak! Salah satunya adalah dengan melihat pemandangan hijau hijau, itu udah cukup merefresh mata dan otak dari segudang task dan tumpukan todo list yang kemarin-kemarin cukup membuat nananina, hehe.

Puncak Bogor, tempat yang kayaknya memang selalu jadi rujukan masyarakat Ibu Kota untuk berlibur dan menyegarkan diri. Bentangan lahan hijau dan hawa dingin yang masih segar memang obat ampuh sepertinya.




Mendarat di CGK dilanjut naik DAMRI ke arah Citereup. Sampai disana, lanjut lagi naik angkot yang sopirnya kayaknya terlatih banget mepetin gebetan dan nikung gebetan temen, wkwkwk. Lanjut lagi pindah angkot, tempatnya nggak jauh dari jembatan sungai besar yang ke arah puncak, lewati Jl. Gunung Geulis lurus kira-kira 1 KM. Dari Jl.Gunung Geulis itu kita harus naik ojek menuju tempat tujuan.

Dan, eng ing eeeng, sampailah kami di sini...

Ada perpustakaan dan children corner juga disini. Sayangnya pas tutup :(
Agak penasaran sama koleksi bukunya kayak apa.


Bumi CIMB Niaga ini juga banyak fasilitas yang menarik menurut saya, apa aja yaa?
  1. Petugas kebersihan yang banyak, untuk memastikan lingkungan selalu bersih, dan itu terbukti, kamar-kamarnya bersih banget kayak hotel.
  2. Kolam renang dengan kedalaman 1-2 meter, cukupan lah buat sekedar nyemplung atau ciblongan gitu.
  3. Karaoke
  4. Restoran
  5. Beberapa spot yang bisa digunakan untuk outbond
Salah satu hal yang disayangkan sih, di kawasan ini nggak ada orang jualan cemilan panas keliling semacam siomay, batagor, atau bakso tusuk (cukup penting buat saya yang suka nyemil, gampang laperan, & kedinginan, wkwkwk).


Bentar lagi sih sudah ada rencana buat refreshing lagi, yaitu dengan dateng ke Jogja Fashion Festival. Acara besutan Plaza Ambarukmo Yogyakarta yang kayaknya bakalan kece tuh acaranya. And I promise, bakalan share tentang acara apaan sih itu. Sampai jumpa di postingan berikutnya, taaaaa.

10 Januari 2016


Masih tentang Jambi. Penugasan yang kedua ini dengan rekan seperjuangan yang berbeda, saya lewati hari-hari di kota yang mempunyai maskot Angso Duo ini dengan riang gembiraaa. Sudah tak ada lagi asap yang menyesakkan, digantikan oleh kekhasan kota Jambi yang mungkin belum diketahui banyak orang.

Kalau disini ada yang sudah pernah baca postingan saya sebelumnya di sini, tentang suka duka yang terjadi di Jambi beberapa bulan lalu, kali ini saya ingin berbagi hal-hal kece di kota Jambi yang bisa jadi tujuan wisata kalian.

Jembatan Gentala Arasy (Sungai Batanghari)

Sudah kenal dengan sungai terpanjang di pulau Sumatera, dengan panjang sekitar 800km? Ya, namanya Sungai Batanghari, yang membelah wilayah Kota Jambi dengan Kota Seberang.

Di capture saat sore hari menjelang magrib, sambil makan sop daging dipinggir sungai Batanghari. Sayangnya warna air sungainya cokelat :(

Jembatan panjang yang menghubungkan dua kota terpisah tadi ternyata baru diresmikan tahun ini gais! Bernama Jembatan Gentala Arasy. By the way, Gentala Arasy itu artinya adalah Genah Tanah Lahir Abdurrahman Sayoeti, mantan Gubernur Jambi pada tahun 1989-1999 yang memang lahir di Seberang.

Lokasi jembatan ini bisa dibilang tempat gaulnya anak-anak Jambi *aseeek*. Saat malam, pemandangan lampu-lampu yang menghiasi jembatan ini bisa dinikmati sambil menyantap jagung bakar dipinggir sungai. Foto yang pertama kali kalian lihat, itu adalah foto jembatan ini saat malam hari.

Batik Jambi

Toko kain batik yang kemarin sempat saya kunjungi, berada di daerah Simpang Pulai. Tadinya saya pikir daerah Simpang Pulai itu seperti pasar Beringharjo kalau di Jogja, ternyata bukaaaan saudara-saudara. Tempatnya nggak terlalu ramai, hanya ada beberapa toko batik yang ada di sana (entah ini karena saya menuju tempat yang kurang tepat atau gimana *bahahaha*).

Kota Jambi ini punya beberapa maskot yang dipakai menjadi corak kain batik. Diantaranya yang saya suka adalah corak Angso Duo, Durian Pecah, dan Kapal Sanggat.  


Kain batik yang disediakan ada 3 jenis pilihan yang menurut saya masih terjangkau harganya :
  1. Batik kain halus - 2 meter - Rp 150.000,- / lembar
  2. Batik kain biasa - 2 meter - Rp 80.000,- / lembar
  3. Bahan Santung - 2 meter - Rp 100.000,- / lembar
batik-jambi
Motif Angso Duo & Kapal Sanggat
batik-jambi
Motif Angso Duo & Durian Pecah
Bahan yang lain seperti sutera, katun, juga ada sih, tapi tentunya harganya yaaa ehem ehem. Oiyaa, selain panjang 2 meteran ada juga yang panjang 4,5 meter tapi saya lupa berapa harga per-lembarnya.

Kopi Hitam AAA

Saya bukan pecinta kopi. Tapi, teman-teman saya yang pada suka banget ngopi, seringkali titip minta dibeliin Kopi AAA ini. Pernah nyicip sedikit sih, rasa kopinya memang lebih menggigit menurut saya, dibanding kopi-kopi hitam buatan merk-merk branded yang sudah sering kita jumpai.


Ukuran dan harga kopinya cukup banyak pilihannya. Dari yang paling kecil, kalau nggak salah 10 ribuan - 50 ribuan.

Kalian bisa jumpai di banyak tempat di Jambi. Rata-rata kebanyakan toko oleh-oleh pada nyetok Kopi AAA ini. Mungkin karena sudah terkenal juga kali yaa. Kalau yang nggak sempat jalan-jalan, bisa juga kok beli di bandara Sultan Thaha dengan harga yang sama seperti di toko oleh-oleh (kalo parno harga di bandara lebih mahal).

Temphoyac

Ini toko kaos yang namanya mirip banget sama nama makanan andalan Jambi, tempoyak.

Tempoyak adalah masakan yang berasal dari buah durian yang difermentasi. Tempoyak merupakan makanan yang biasanya dikonsumsi sebagai lauk saat menyantap nasi. Citarasa dari Tempoyak adalah asam, karena terjadinya proses fermentasi pada daging buah durian yang menjadi bahan bakunya. 

temphoyac-jambi-tempoyak

Bernuansa merah dan kuning, toko Thempoyac ini cukup menarik perhatian. Menyediakan macam-macam oleh-oleh khas Jambi, mulai dari kaos, tempelan magnet, gantungan kunci, Kopi AAA, Teh Kayu Aro, Madu Karet, macam-macam makanan kering, aksesoris dari bahan kain batik Jambi, dll.

temphoyac-jambi-tempoyak
temphoyac-jambi-tempoyak

Cukup lengkap deh pilihannya itemnya yang mau diborong. Apalagi letaknya yang nggak jauh dari bandara. Jadi, sekalian pulang, bisa mampir dulu kesini.


Itu dia beberapa hal yang rasanya perlu masuk ke list kalau lagi liburan di Jambi. Yaah, untuk waktu yang serba mepet dan karena memang tujuan ke Jambi bukan buat liburan tapi buat kerja, so, sudah alhamdulillah banget saya masih bisa menyempatkan waktu buat menemukan hal-hal kece di atas.

Semoga bermanfaat yaah, see you again Jambi, bye bye!

6 Desember 2015

Aloha! Alhamdulillah, lagi-lagi diberi kesempatan untuk pergi ke tanah Sumatera. Kali ini saya menjelajah sebagian Kota Jambi dan mendapati bahwa perjalanan ini banyak kejadian yang sulit untuk terlupa.

Kalau di Jogja ada Dagadu, di Bali ada Joger, di Jambi ada Jakoz (Jambi Punya Kaos).

Kota Jambi, kota yang dikenal dengan 3 musim yang ada disepanjang tahun, yaitu : musim hujan, musim kemarau, dan musim asap.

*ini yang bilang orang Jambi sendiri yaa* :)))

Begitu keluar dari pesawat, bau asap yang terasa pekat bisa langsung tercium. Menurut saya sih, yang kemarin ini udah cukup tebal asapnya, tapi kata bapak baik hati dari kampusnya bilang kalau kondisi seperti ini bukan apa-apa, malahan agak mendingan. *cuma bisa mlongo*

Kurang lebih selama 4 hari kami berpetualang di Jambi, selain tentunya bergelut dengan presentasi, diskusi, dan bertukar pikiran dengan klien, kami diajak berkunjung ke tempat-tempat eksotis Jambi di malam harinya.

MASJID AGUNG AL FALAH

Adalah masjid yang mendapat julukan Masjid 1000 Tiang. Masjid yang terletak di pusat kota Jambi ini ternyata dulunya adalah lokasi pusat kerajaan Melayu Jambi.

Masjid ini dibangun dengan model area terbuka, tidak ada pintu yang membatasi, hanya pagar setinggi kurang lebih 1 meter saja yang mengelingi. Sehingga saat pertama kali sampai, langsung terasa sekali area lapang di masjid ini.


Dan ternyataaa, bangunan masjid ini sudah diresmikan sejak jaman periode pemerintahan Bapak Soeharto! Tepatnya pada tanggal 29 September 1980, whooaa udah lama juga ternyata.

Sayangnya saya hanya bisa mengabadikan kemegahan arsitektur masjid ini dari tampak dalam. Aslinya, kalau dilihat dari luar, lampu-lampu terang berwarna putih yang menghiasi bangunan masjid ini membuat masjid ini makin waaaah dari luar.

Jarak tempuh dari hotel kami menginap ke Masjid Agung Al Falah ini sekitar 20 menit.


HARU BIRU DIMULAI

Selain asapnya yang pekat dan tak terlupakan itu, bagian lain dari perjalanan di Jambi ini adalah untuk pertama kalinya kami merasakan bagaimana deg-degannya menunggu delay 7 jam lamanya. Tanpa kepastian. Leher punggung pegal-pegal akibat keseringan duduk (angkat pantat hilang tempat soalnya). Kelaparan, menunggu kepastian, ngenes gitu lah rasanya. 

Tapi kami tetep bisa happy karena ketemu dengan orang-orang baik :
  1. Mas mas jaksa yang tampak sudah sangat lihai menghadapi situasi carut marut ketidakpastian yang selama ini dilakukan oleh maskapai di bandara Sultan Thaha dan memberikan tips perjalanan pulang untuk kami (pulang naik bus aja mbak, terus naik kapal, nyebrang ke pulau Jawa *kemudian lemes kami dengernya*).
  2. Bapak bapak yang sedang kuliah S3 yang dengan baik hati memberikan kami oleh-oleh Teh Kerinci kualitas 1 yang hanya diperuntukkan untuk export dan nggak dijual di tempat umum (konon sih infonya harganya mihil gitu).
  3. Ibu ibu yang pergi rombongan bersama suami, anak, dan cucunya yang menggemaskan, yang sudah baik hati ngasih kami kue Hatari.
  4. Ibu ibu penjual Pop Mie yang mengingat muka kami dan dengan baik hati nyari-nyari kami cuman buat memberikan 2 porsi terakhir air panas untuk dibuatkan Pop Mie, hanya buat kami :")
Kondisi di ruang tunggu bandara Sultan Thaha Jambi yang penuh sesak dipenuhi korban delay dikarenakan asap pekat yang masih menyelimuti kota Jambi kala itu.

Aah, rasanya, beneran merugi kalau seandainya saat itu kami acuh tak acuh aja dan cuman mengeluh sana sini.

Lalu, untuk pertama kalinya lagi, kami merasakan euforia bagaimana rasa bahagia, lega akhirnya pesawat kami diberangkatkan pada hari itu juga. Penantian panjang kami nggak sia-sia. Pukul 21:30, akhirnya pesawat kami berangkat menuju Jakarta.

Bye bye Jambi!
23:00 Selamat datang di Bandara Soekarno Hatta. Mata sayu, lelah, lunglai, dan bete. Bete karena pada akhirnya kami harus menunggu lagi kepastian akan menginap dan istirahat dimana.


Dikarenakan flight kami ke Jogja yg paling pagi adalah jam 05:00 P.A.G.I *rasanya mau pingsan denger ini* dan dikarenakan pihak maskapai (katanya) nggak dapet hotel buat menginapkan kami, jadilah ruang informasi bandara kami kudeta buat tidur dan istirahat. 

Ada yang melihat sesosok wanita terbujur kaku & pegel disudut kolong meja itu?
Edyan. Awak remuk nek ngene iki carane :))))) 

Rasanya malam itu, bandara CGK berasa kayak kutub! AC central dimana-mana! Damn. Saya menyesal harus menyepelekan alat perang saya untuk saya tinggal di rumah (baca : kaos kaki tebel + jaket tebal + minyak angin), kapok sudah.

Lalala, begitulah Jambi dan suka dukanya, di setiap perjalanan dinas memang akan selalu ada aja kejadian yang bikin cengengas cengenges dewe. Nganyelke ati, tapi ya geli sendiri kalo inget kejadian itu kami lalui. Daaan ini dia partner in crime saya di Jambi kala itu :

Kawan seperjuangan saya (Linda & Arif) .
Kalau di Part 1 ini banyak kejadian mengharu biru, di Part 2 ini saya berubah jadi anak gahol Jambi, gimana keseruannya jadi anak gahol Jambi? Tunggu postingan selanjutnya yaaa, bye bye!

18 Agustus 2015

Rencana saya buat happy-happy bareng anak-anak akhirnya berhasil terwujud juga. Kalo biasanya kami sukanya bahas doang nggak ada implementasi (soal jalan-jalan), kali ini beneran kejadian! Yeaargh!

rumah kamera camera house borobudur

Mencari lokasi Rumah Kamera nggak terlalu sulit. Tinggal jalan ke arah Hotel Manohara, begitu sampai di sana, tinggal luruuuus aja ngikutin jalan. Kurang lebih sekitar 2 kilometer dari Hotel Manohara, di sebelah kiri sudah langsung bisa kita temukan bangunan rumah berbentuk kamera DSLR, yap, itulah Rumah Kamera!


Kalau kalian perhatikan nanti di petunjuk jalan menuju Rumah Kamera, keterangannya adalah "Tinggal 1 menit menuju Rumah Kamera", waktu baca petunjuknya, kami cuman geleng-geleng kepala sambil cengengesan, gimanaa itu maksudnya 1 menit, kalo jalan kaki apa iyaa bener 1 menit .

rumah kamera camera house borobudur

Di perjalanan menuju Rumah Kamera, ada pohon gede banget yang cantik buat foto-foto. Bunga pohonnya warnanya merah orange. Bentuknya cukup gendut, hampir sekepalan tangan wanita. Entah nama pohonnya apa. Letak pohon cantik itu berdekatan sama lapangan sepak bola yang punya view bukit yang cantik juga.

rumah kamera camera house borobudur

Liat view yang cantik banget kayak gitu, mana bisa kami tahan buat nggak ngeluarin DSLR punya Momon. Haha. Kali ini beneran deh kami niat buat jalan-jalan, sampe dibela-belain ngingetin Momon buat nge-charge battery kameranya *fungsi teman ya begitu*. Agree?

rumah kamera camera house borobudur
rumah kamera camera house borobudur

Kalau sudah sampai lapangan sepak bola tadi, tandanya posisi Rumah Kamera sudah nggak jauh lagi. Yeay! 

rumah kamera camera house borobudur
Rumah Kamera tampak depan. Ternyata tempat ini adalah galeri seni milik Bapak Tanggol Angien Jatikusumo
Untuk bisa masuk ke dalam rumah ini, kami harus beli tiket masuk senilai 5000 rupiah *kalo nggak salah ingat*. Rumah ini terdiri dari beberapa lantai. Yang paling menarik menurut saya ada di lantai dasar dan lantai paling atas.

Di lantai dasar, kami disuguhkan beberapa lukisan karya Pak Tanggol. Di lantai paling atas, kita bisa melihat pemandangan bukit dan langit yang membentang biru.

rumah kamera camera house borobudur
rumah kamera camera house borobudur

Oiya, yang unik dari Rumah Kamera ini adalah, beberapa bagian lantai dan dinding-dindingnya hanya menggunakan bahan semen yang kemudian dicap bermacam-macam bentuk wayang. Nyeni banget!

rumah kamera camera house borobudur
rumah kamera camera house borobudur
rumah kamera camera house borobudur

Nah, foto-foto syantik sudah, ketawa-ketiwi syudah, menggila juga sudah, alhasil kami kehausan dan kelaparan. Untungnya di bagian luar dekat loket tiket, sudah disediakan kafe kecil buat pengunjung. Harga minuman dan french fries-nya sih standar. Cukup untuk sekedar pelepas dahaga.

rumah kamera camera house borobudur

Kesimpulannya, kami happy banget akhirnya bisa keturutan buat foto-foto di Rumah Kamera ini. Tadinya sih, awalnya kami kira ini cuman sekedar rumah yang nggak dipake gitu. Bahahahaha. Ternyata kenyataannya jauh dari ekspetasi. Ternyata rumah ini memang dibangun untuk galeri seni.

Semoga di pelancongan kami selanjutnya bisa kesampean ke Gereja Ayam. Aaaah, nggak sabar buat long weekend lagi dan halan-halan!





Beberapa foto di atas,
captured by Monica Agustami



17 Agustus 2015

Alhamdulillah, perjalanan dinas kali ini diberi kesempatan (lagi) untuk menginjak tanah Sumatera. Tepatnya, Padang, Sumatera Barat.


Dimulailah perjalanan kami dari Jogja dengan hati riang gembira tralalala. Ini PD luar Jawa pertama buat rekan saya, dan PD pertama juga ke Padang, buat saya.

Menginjakkan kaki di kota Padang, mata saya langsung berbinar saat melihat atap rumah minangkabau. Gagah, garang, dan istimewa.

Hari pertama selesai bertugas, kami diajak berkeliling kota Padang, mencicipi es durian yang legit di Iko Nantinya, melewati pesisir laut, dan tentunya, nyebrang diatas Jembatan Siti Nurbaya.

Untuk beberapa orang, ada kejadian menggelikan di sini, jadi rasanya tempat ini perlu saya abadikan :))))
Es durian Iko Gantinyo

Sudah jauh-jauh sampai Padang, rasanya rugi kalau nggak sekalian mampir ke kampus kebanggaan masyarakat Padang, Universitas Andalas. Bangunan kampus ini ruar biasa banget! Arsitekturnya gagah, mungkin karena luasnya kawasan kampus dan kebetulan berada di atas dataran tinggi. Gedung di Universitas Andalas hampir semua sengaja nggak dicat berwarna. Bagian luarnya cuman disemen gitu aja, tapi justru itu daya tariknya menurut saya.


5 hari, waktu yang diberikan pada kami untuk menyelesaikan tugas di sini. Syukurnya di hari terakhir kunjungan kami ke kampus, masih sempat untuk bisa menempuh perjalanan ke Bukit Tinggi.

Hampir 2 jam perjalanan darat berhasil membius kami semua, yeeah, tepar, dan ngiler. Hahaha. Tapi begitu sampai di kota Padang Panjang, cuman ada kalimat waaah, waaaaahhh, whoaaaaahhhh yg terlontar. Sepanjang jalan, sawah hijau terbentang luas! Aaah, istimewa!

Jam 18:00 tibalah kami di Bukit Tinggi! Yeeeaah! Tujuan utama kesini, tentunya selfie bersama Jam Gadang. Ada yang tau keanehan apa yang ada di Jam Gadang?


Hari terakhir di kota Padang, kami sempatkan buat berkunjung ke Museum Adityawarman. Ini adalah museum milik Provinsi Sumatera Barat yang dikelola oleh pemerintah Kota Padang. Akhirnya bisa melihat bangunan atap minangkabau dari jarak dekat.


Ini view tampak depan museum dari sisi kiri, tengah, kanan. Klik aja fotonya kalau pengen liat full size.
Halaman museum ini luaaaass banget! Dan sering dijadikan tempat untuk acara-acara pagelaran seni di Padang. Ini foto bagian depan sisi kiri dan kanan.

Bagian dalam museum ini berisi benda-benda khas Minang. Mulai dari kain, dekorasi pernikahan, baju adat, alat songket. Cerita lengkapnya, baca post saya yang lain disini.

Lokasi Museum Adityawarman nggak jauh dari tempat kami menginap.


Masih ada beberapa tempat yg belum ter-checklist :
  1. Masjid Raya Sumatera Barat
  2. Pasar Raya Padang
  3. Pantai Batu Malin Kundang
InshaAllah, semoga esok masih diberi kesempatan lagi untuk singgah di kota ini. Tugas masih belum selesai, sekarang waktunya kembali berkutat dengan berburu bugs. Ganbate!

[ UPDATED ]

Di kunjungan selanjutnya, rasa penasaran saya berakhir, karna bisa menyambangi masjid yang paling gagah di Padang, yaitu Masjid Raya Sumatera Barat.


As you can see, we smiiiilee. Yes of course, because we are so happy! Happy, karena agenda untuk pelatihan alhamdulillah tidak ada kendala yang berarti, koneksi di kampus lancar jaya. Selain itu karena hari itu bertepatan sama ulang tahun si bumil, dan kami berhasil ngasih surprise buat dia (dan berhasil juga coret-coret cermin hotel pakai lipstick merah). Terimakasih Tuhan untuk berkah ini :)

Instagram

Diary Baik Hari Ini. Theme by STS.