Kedai Kerumah, Menikmati Secangkir Kopi di Pinggir Kolam

Yogyakarta, Yogyakarta City, Special Region of Yogyakarta, Indonesia

Kedai Kerumah: Kedai kopi dan tempat greneng greneng (begitu kalau kata Instagram). Ini kedai kopi yang sudah lama ingin kami kunjungi, tapi kesempatan tak kunjung datang hingga tibalah hari ini. Waktu berangkat sudah hampir jam 17:00 dan tepat saat adzan Magrib berkumandang, kami tiba di sana. 

Baru sekitar 15 menit bapak pesan percobaan kopi pertamanya, si mbarep bilang kalau udah kebelet pipis ― celingak celinguk ― oke, "Mas, saya titip kopinya di sini dulu ya." Tentunya sekalian bayar lebih dulu pesanannya, supaya masnya nggak perlu was-was kalau akhirnya kami nggak balik lagi. Nggak ada toilet di kedai ini, terpaksa tinggalkan pesanan dulu untuk ke masjid terdekat, sekalian si mbarep BAK. 


Kalau kalian ke sini bawa mobil, skill parking kalian teruji. Wajib bisa parkir mepet, karena lokasi Kedai Kerumah cukup terbatas. City car sih masih oke ya, bisa melewati gang yang sempit. Tapi kalau kendaraan kalian segede Fortuner atau Pajero, agak challenging kalau mau parkir di sini. 

Suasana Kedai Kerumah di saat senja.

Konsepnya slow bar di pinggir kolam ikan. Buka dari jam 13:00―23:00 WIB, tapi khusus hari Selasa mereka tutup. Pemiliknya akrab disapa dengan panggilan Mas Waw (Wawan), semoga saya nggak salah dengar. Mas Waw ini juga yang akan meracik setiap kopi pesananmu di sini. 

Selama hampir dua jam kami di sana, saya nggak lihat mas Waw dibantu oleh partner kerjanya yang lain, sepertinya memang one man show begitu yaa. Sampai-sampai pesanan Indomie rebus-pun juga beliau yang serve. Beberapa kali mangkok mie rebus lewat di depan saya, akhirnya nggak tahan juga untuk ikutan pesen. Sayangnya pas lagi asah-asah, mas Waw bilang kalau dia belum jadi nyetok Indomie lagi dan kebetulan mangkok yang tadi lewat itu adalah stok terakhir. 

Area mas Waw sibuk dengan aktivitas di bar miliknya.

Pesanan kopi bapak suami dan saya akhirnya tersajikan. Pak suami seperti biasa, memesan single origin. Saya sendiri langsung kepincut dengan "Arunika", sesederhana karena mirip dengan nama gadis mungilku. Padahal tadi waktu masih di rumah, bayangan saya pengen pesen hot latte atau kopi susu. Tapi kok jadinya malah pesen coffee mocktail ya? 

Arunika, coffee mocktail yang disajikan dalam segelas cangkir kaca layaknya coffee mocktail lainnya, rasanya gila! Gila, karena harganya jauh beda dibanding dengan mocktail di coffee shop biasanya. Baru kali ini ngerasain coffee mocktail harga 15ribuan dan rasanya sama sekali nggak failed. Ternyata, pemilihan nama menu ini terinspirasi dari filosofi kopi yang menggambarkan transformasi langit gelap di pagi hari perlahan berubah menjadi cerah dengan munculnya cahaya matahari. Rasa kopi Arunika menghadirkan perpaduan unik tersendiri yang sejauh ini, dengan harganya, jadi pilihan terbaik. Saat pertama kali menyeruputnya, saya merasakan rasa kopi yang kuat dan kaya, persis seperti yang saya bayangkan, kegelapan pagi yang masih menyelimuti. Namun, seiring dengan itu, muncul rasa strawberry yang segar, disertai sentuhan manis. Seketika, gelap tadi perlahan mencerah seperti sinar matahari yang perlahan menyinari pagi. Kombinasi ini rasanya semakin lengkap dengan kesegaran mint yang menyejukkan, layaknya embun pagi yang memberikan kesejukan alami. 

Meskipun agak cukup menyesal, karena varian lain yang diberi nama Marilyn, kurasa lebih pas untuk dipesan menemani orderan ShopeeFood takoyaki yang akhirnya jadi pengganti Indomie rebus. Harusnya, Arunika dipesan tepat di siang bolong, saat matahari sedang terik-teriknya. Marilyn itu pesanannya Momon. Sesaat setelah kopinya datang, mataku tertuju pada topping rempah di atasnya. Langsung nyeletuk ke Momon "Mau iciiiiiiipp bolee 😙?" sambil pasang muka nyuwnyuw biar dibolehin. Kata Momon: "Yhaa, koe mesti seneng karo iki." Dan YHA, bener, yang ini juga enaaaaaak 😭

Bagi saya, mencoba mengunjungi slow bar seperti ini rasa-rasanya baru dua kali. Pertama kali dulu tahun 2018, dikenalkan oleh pak suami di Klinik Kopi. Kedai kopi dengan konsep slow bar seperti ini, rasanya memang berbeda. Hampir setiap orang yang kalian lihat di kedai kopi tersebut, pasti tampak akrab sekali dengan si pemilik kedai. Sama halnya ketika kali pertama kami tiba di Kedai Kerumah, sudah ada beberapa pengunjung yang tampak berbincang-bincang akrab dengan mas Waw. Lucunya, saat Aqied dan Momon datang, segerombolan pengunjung yang sudah tiba lebih dulu sebelum kami, langsung sontak menyapa Momon. Nggak hanya berhenti sampai di sana, Lidya tiba setelahnya, disambut juga oleh mereka. Berkunjung ke kedai kopi dengan konsep slow bar seperti ini nggak bikin kapok untuk dicoba lagi. Apalagi, Kedai Kerumah punya varian menu dengan harga yang nggak bakal bikin kamu nyesel seandainya kamu salah pesen kopi. 

Menu dan harga kopi di Kedai Kerumah

Harga menu kopi di sini rata-rata 15ribuan. Aduh sayangnya, nggak ada penampakan Arunika dan Marilyn yang saya abadikan. Selain itu, kami memang belum berkesempatan mencoba kopi susu atau latte milik Kedai Kerumah, jadi anggap saja ini alasan lain untuk bisa kembali lagi ke sini ya. Selain memang akan ke sini lagi untuk janjian dengan Aqied sih, hehe. Berhubung akhirnya kami nggak hanya ngopi berempat dan apalagi ngopinya sama Momon, kayaknya sih malam itu bukan lagi greneng-greneng tapi bengak-bengok 😂



Posting Komentar

Instagram

Diary Baik Hari Ini. Theme by STS.